Cerita Rakyat Kabupaten Kuantan Singingi
1. Ombak Nyalo Simutu Olang
::: Cerita Rakyat Pangean :::
TEMPAT KEJADIAN
Cerita
ini tejadi di sebuah desa yang bernama Pangean. Tepatnya disebuah
sungai yang bernama Batang Pangean. Pangean adalah suatu negeri yang
terletak dalam daerah Kecamatan Pangean Kabupaten Kuantan Singingi.
Tidak
berapa jauh dari Pasar Usang, disebelah baratnya mengalir sebuah sungai
Batang Pangean. Sungai itu berasal dari anak-anak sungai yang terkenal
dengan nama sungai Tesso. Didalam sungai ini hidup berjenis-jenis ikan
yang dapat menambah penghasilan rakyat yang hidup disekitarnya.
Apabila
sungai ini banjir, air bergerak naik, ikan-ikan mulai memasuki sungai
melalui sungai kuantan. Melihat ikan yang begitu banyak, penduduk Pasar
Usang dan sekitarnya berebut-rebut menahan lukah untuk menangkap ikan
yang masuk menuju ke hulu sungai.Salah satu tempat berkumpulnya ikan-ikan itu adalah disuatu lubuk yang bernama Lubuk Sayak.
Dilubuk
inilah masyarakat berebut-rebut memasang lukah, menjala, merosok,
meambai dan memosok. Musim kemarau, masyarakat bersiap-siap membuat
lukah, jala, ambai dan posok. Alat penangkap ikan yang dianggap paling
praktis digunakan untuk menangkap ikan adalah lukah. Untuk daerah rantau
kuantan jika air meluap.
Masyarakat
disekitar lubuk sayak telah mempersiapkan lukah. Negeri Pangean
merupakan suatu negeri yang mempunyai banyak ragam kebudayaan di daerah
rantau kuantan. Negeri Pangean merupakan pusat pengembangan olah raga
bela diri yang terkenal dengan nama ‘Silat Pangean’.
Menurut
orang tua-tua di Pangean ini banyak sekali cerita-cerita rakyat, yang
bukti peninggalan cerita itu masih dapat dilihat dan dibuktikan
kebenarannya. Dalam buku ini, cerita yang akan diungkapkan, adalah
cerita “Ombak Nyalo dan Simutu Olang”.
Jarak
negeri Pangean ke kota Teluk Kuantan lebih kurang 35 Km, dengan Pasar
Baserah 7 Km. Masyarakat Pangean hidup dari hasil pertanian dan
perkebunan. Seni bela diri yang terkenal di daerah ini adalah silat
pedang, silat tangan dan silat perisai yang tetap berkembang dan lestari
hingga sekarang ini. Kemampuan guru-guru silat dalam mempertahankan
dirinya di negeri ini telah banyak membuktikan kemampuannya baik didalam
maupun diluar daerah Rantau Kuantan Singingi. Dalam lingkungan
pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi, daerah Pangean terletak antara
Kecamatan Benai dan Kecamatan Kuantan Hilir. Negeri tetangga yang
terdekat dengan Pangean adalah disebelah barat Simandolak dan Siberakun
dan disebelah timur berbatasan langsung dengan Baserah.
DUA SEKAWAN MEMASANG LUKAH
Salah
satu alat penangkap ikan di negeri Pangean adalah lukah, lukah ini ada
yang kecil, ada yang menengah dan ada yang besar. Yang kecil ini untuk
menangkap ikan yang kecil, lukah yang sedang untuk menangkap ikan yang
sedang pula, sedangkan lukah yang besar untuk menangkap ikan yang besar
seperti ikan tapah dan patin.
Menangkap
ikan adalah merupakan kegemaran masyarakat. Kebiasaan masyarakat,
sebelum membangkit lukah yang besar, mereka terlebih dahulu menjenguk
lukah yang kecil yang dipasang dalam sungai-sungai kecil. Menurut
lazimnya mereka kerjakan kalau air banjir lukah-lukah penuh berisi ikan
lampan atau sejenisnya.
Dua
orang datuk yang sangat akrab, yaitu Datuk Topo, penghulu suku Melayu
dengan Datuk Siak Pokih penghulu suku Paliang, keakraban kedua datuk ini
sangat tinggi. Mereka seperti merpati dua sejoli, laksana pohon aur
dengan tebing, seperti kuku dengan jari. Keakraban itu sampai memasang
lukah di lubuk sayak. Kalau mendapat ikan selalu dibagi sama banyak.
Kalau ikan dijual, ya sama dijual. Malang tak dapat ditolak, untung tak
dapat diraih, pada hari pertama kejadian, dua sekawan menjenguk lukahnya
tak berisi sama sekali. Umpan dalam lukah habis dimakan ikan, namun
ikannya entah kemana. Dalam hati kedua datuk timbul tanda tanya,
kecurigaan mulai datang, keinginan untuk membuktikan kasus ini mulai
tumbuh, Untuk membuktikan kecurigaan ini, masing-masing mulai
menyelidiki. Siapa pelaku pencuri ikan dalam lukah mereka berdua.
Selesai sholat subuh kedua datuk yang sehati dan sejiwa ini berangkat
untuk mencari tau siapa yang sebenarnya telah mengambil ikan yang ada
didalam lukah mereka. Di pagi buta itu Datuk Topo dan Datuk Siak Pokih
bergerak mendekati lukah pertamanya dari kejauhan mereka melihat seorang
gadis cantik berjalan di dekat lukah yang sedang terpasang. Gadis itu
langsung mengangkat dan mengambil ikan yang ada pada lukah tersebut,
pada mulanya kedua datuk ini tidak percaya gadis itu pencuri ikan dalam
lukahnya, karena wajahnya yang cantik dan bentuknya yang menarik tidak
mungkin seorang pencuri. Kemudian kedua datuk sekawan itu terus
mengintip dan mengikuti gerak-gerik gadis itu sampai kepada lukah yang
kedua. Sampai pada giliran pada lukah yang ketiga hari pun sudah semakin
terang, wajah sang pencuri semakin jelas, dengan sangat berhati-hati
sampai kepada lukah yang keempat, lirikan dan pandangan mata gadis yang
menawan itu semakin liar, gerak geriknya semakin mencurigakan, setelah
pandang melayang jauh tak ada yang dikuatirkan gadis itupun turun
membangkit lukah dan mengambil ikan yang ada di dalam lukah tersebut.
Dalam keadaan mengambil ikan itulah, tiba-tiba datuk dua sekawan keluar
dari semak-semak dan langsung dan mempergoki dan menangkap sipencuri,
tanpa mengadakan perlawanan sipencuri digiring mereka masuk desa.
GADIS KAYANGAN TERTANGKAP MENCURI IKAN
Pagi itu, matahari mulai memancarkan cahayanya menerangi bumi.
Sipencuri yang telah berpraktek selama 3 hari, akhirnya tertangkap
tangan. Satu-satunya jalan bagi pencuri harus mengakui perbuatannya yang
terlarang, dua sekawan tak mau main hakim sendiri. Sipencuri langsung
dihadapkan kepada ninik mamak untuk diadili dan diberi hukuman sesuai
dengan perbuatannya.
Sebelum
gadis cantik itu diberi hukuman oleh ninik mamak, terlebih dahulu
sipencuri ditanya oleh dua sekawan, siapa namanya, nama ayah, negeri
asal, nama sukunya dan pekerjaannya.
Gadis
itu menjawab: “Nama saya adalah Dayang Pinang, anak dari orang bunian,
tidak bersuku dan tidak berkampung. Saya adalah seorang gadis yang
diusir oleh ibu dan ayah, karena melanggar larangan dan pantangan dalam
masyarakat jin di alam kayangan. Saya tidak dibenarkan lagi kembali ke
alam kayangan. Kesetiaanku telah dicabut dan saya tidak mungkin untuk
kembali lagi ke asalku, karena hidupku yang terlunta-lunta, kepada siapa
saya akan mengadu, saya mencuri karena terpaksa. Disamping pekerjaan
ini saya lakukan adalah dengan tujuan dan maksud yang terkandung dalam
hati, agar saya ditangkap oleh para penghulu dan datuk di negeri ini.
Saya telah tahu, bahwa datuk-datuk penghulu dua sekawan tidak akan
menyiksa saya, seandainya saya mereka tangkap sekaligus akan mengetahui
nasib dan penderitaan bathin yang sedang saya tanggungkan. Seandainya
datuk penghulu memang marah pada kelakuan dan perbuatan saya yang tidak
baik dan sangat dilarang di desa ini saya mohon ma’af dan berjanji tidak
akan melakukan lagi.”
Mendengar
pengakuan gadis yang cantik ini, datuk dua sekawan timbul rasa belas
kasihan. Mereka berkata: “ Kami tidak akan menghukum, kami akan
menjadikan anak kami. Walaupun kamu berasal dari bangsa jin.” Gadis
cantik itu berkata : “karena saya telah mengucapkan janji, maka saya
akan mengikuti perintah datuk. Kalau saya dibuang akan jauh, kalau
digantung saya akan tinggi.”
Menyimak
ucapan dan penyampaian gadis ini, datuk penghulu yang berdua, lembaga
adat negeri memutuskan : “Kami dari lembaga adat dari suku-suku yang ada
dalam negeri, memutus dengan mempertimbangkan pengakuan dari gadis
kayangan serta pernyataan yang disampaikan oleh kedua datuk pimpinan
suku dalam negeri, bahwa gadis kayangan ini dikembalikan kepada datuk
yang berdua.” Demikian pelaksanaan rapat yang berlangsung selama tiga
batang rokok ini. Untuk sementara, sesuai dengan perundingan dua
sekawan, gadis cantik ini dibawa dahulu kerumah Datuk Topo, penghulu
suku Melayu. Tentang ketentuan selanjutnya akan dimusyawarahkan setelah
situasi agak tenang.
Kedua
datuk ini mengadakan pertemuan, mendudukkan permasalahan gadis yang
mereka pungut sewaktu mencari ikan, maka terjadi pertengkaran antara
Datuk Topo dengan Datuk Siak Pokih. Datuk Topo berkata : “Kalau gadis
ini tidak didudukkan permasalahannya, nasibnya akan sama dengan nasib
yang sebelumnya. Saya menginginkan agar dia masuk kedalam suku melayu,
karena suku melayu Negeri Pangean ini termasuk suku yang terbesar. Kalau
dia masuk suku melayu berarti pemuda dari suku Paliang dan suku Cermin
dapat melamarnya untuk dijadikan istri. Seandainya dia tidak dijadikan
anak angkat, maka akan berezki adalah orang luar, kita yang merugi.”
Pendapat
dan saran yang diutarakan Datuk Topo ini tidak mendapat sambutan yang
baik oleh Datuk Siak Pokih. Mereka masing-masing ingin memiliki gadis
cantik itu. Pertengkaran kedua sekawan ini tak kunjung berpangkal dan
berujung dan mengarah kepada perkelahian mulut dan akan disudahi oleh
bentrokan fisik. Keakraban yang terjalin baik selama ini akan pecah,
akibat masing-masing mempertahankan pendapat dan keinginan.
Datuk
Topo berkata : “Saya tidak menginginkan persahabatan kita yang baik dan
kokoh, seperti kuku dengan jari, sekarang akan pecah dan pecahannya
akan sirna karena permasahan ini. Terakhir saya nasehatkan, baik kita
adakan pertandingan antara dubalang Suku Melayu dengan Dubalang Suku
Paliang. Dubalang yang menang dalam pertandingan perkelahian, maka
dialah yang berhak mengawini atau menikahi gadis kayangan itu. Yang
kalah janganlah berkecil hati, karena masing-masing telah berusaha untuk
mendapatkan gadis tersebut.” Pendapat Datuk Topo ini diterima oleh
ketua penghulu. Sebagai tanda setuju perlu disadari: “Semenjak kita muda
selalu kompak, serumpun bagaikan serai, sebungkus bagaikan nasi,
sedoncing bak besi, seciok bak ayam, setelah tua, senja mulai melintas,
cahaya kelabu telah terbentang luas, suatu pertanda umur kita tidak
beberapa lagi, ajal telah menunggu, kematian datang menjemput, dunia
akan ditinggalkan, kehidupan di akhirat perlu jadi perhatian.” Dasar
permupakatan itu ditetapkan hari pertandingan perkelahian.
Datuk
Penghulu Sutan menetapkan : “Pertandingan itu akan kita adakan tiga
bulan lagi.” Datuk Topo menyetujui apa yang dikatakan oleh Datuk
Penghulu Sutan. Hasil perundingan yang telah disepakati oleh Datuk Topo
kemudian disampaikan kepada Jurai Monti dan Dubalang. Karena Dubalang
suku Paliang pada waktu itu tidak ada, maka menurut para Monti baiknya
didatangkan dubalang dari Kuntu Darussalam sebagai dubalang kita, dan
dialah yang akan mewakili dubalang suku Paliang dalam pertandingan esok.
Menurut
Datuk Siak Pokih : “Dubalang dari Kuntu Darussalam itu memang baik,
punya ilmu kebathinan yang banyak.” Seorang Monti bertanya : “Kami dari
Jurai Monti ingin tahu siapa nama dari dubalang kita itu?”, jawab Datuk
Siak Pokih : “Namanya adalah Simutu Olang” Merupakan dubalang yang
terkenal dari daerah Kampar Kiri. “Kalau begitu kami dari Monti setuju
yang akan bertanding itu adalah Dubalang Simutu Olang, yang diharapkan
akan dapat membawa nama baik Suku Paliang.” Monti yang lain berkata :
“Mumpung kita dalam mupakat, saya mengusulkan, sebelum akan bertanding,
Simutu Olang sudah berada di kampung ini, gunanya untuk mengatur siasat
dan strategi yang sangat perlu kita bicarakan.” Kata Datuk Siak Pokih :
“Dalam bertanding, kita jangan memperlihatkan keangkuhan dan
kesombongan, kalau kita kalah, kita akan mengakui kekalahan kita, kita
harus mengakui kehebatan dan kepintaran lawan. Juga sebaliknya kalau
kita menang mereka harus mengakui kemenangan kita.” Setelah ada
kesepakatan perundingan, masing-masing setuju untuk mendatangkan Simutu
Olang untuk bertanding, dengan kekompakan para Monti demi melaksanakan
keputusan datuk dua sekawan masing-masing setuju, semoga segala rencana
akan berjalan dengan sukses dan lancar. Dengan adanya pertandingan ini,
dikedai-kedai kopi muncul berbagai pendapat. Pendapat-pendapat itu
mulai simpang siur. Disebuah kedai kopi seorang datuk penghulu berkata :
“Dahulunya Datuk Topo dan Siak Pokih selalu kompak, mereka tak
berselisih paham atau berbeda pendapat. Mereka sangat serasi, bahkan
silang sengketapun jauh dari mereka. Mereka selalu ikut mengikuti, seiya
sekata. Bak pepatah berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing, manis
sama ditelan, pahit sama dimuntahkan, ke bukit sama mendaki kelurah
sama menurun. Tuhan maha kaya yang dapat menciptakan isi alam ini
terdiri dari berpasangan dan ada yang berlawanan. Misalnya ada yang
pintar dan ada yang bodoh, persatuan lawannya perpecahan, baik lawannya
buruk. Benar sekali apa yang diucapkan orang-orang cerdik pandai
dahulunya itu. Bak kata pemuka adat : “Sifat yang sama jangan
dipertemukan. Yang harus dipertemukan adalah sifat dan pendapat yang
berbeda.” Seisi kedai kopi duduk terdiam mendengarkan perkataan datuk
itu. Datuk itu meneruskan lagi perkataannya : “Perbedaan itu dalam
negara kita ini, membawa kepada kebenaran yang hakiki. Kadangkala sifat
yang sama akan membawa kepada kehancuran, sama-sama sabar mendatangkan
malapetaka yang membawa kepada kefatalan. Tuhan telah menciptakan mahluk
di dunia ini tidak ada yang sama. Kalau sama tapi berbeda. Kata orang
sekarang, serupa tapi tak sama. Sama bentuk fisik, berbeda pada sikap.
Sama wataknya tapi bentuk kulit dan mukanya berbeda. Demikian tuhan
menjadikan alam ini sangat bervariasi. Ada gunung ada lembah dan ngarai,
ada padang pasir ada hutan belantara, ada samudera dan ada daratan yang
maha luas. Ada sungai-sungai yang panjang dan berhenti-hentinya air
mengalir ke muara. Dilangit ada bulan, bintang, awan dan hujan, cuaca
mendung yang tebal dan gelap, sering-sering diiringi cahaya yang terang
dan cerah. Hewan berkeliaran diatas dunia ini juga demikian. Ada yang
jinak ada yang liar, ada yang buas dan ada yang memamabiak, ada yang
besar dan ada yang paling halus bahkan sangat kecil. Diudara
berterbangan burung-burung yang bulunya beraneka ragam, ada yang
suaranya merdu menarik perhatian orang. Pokoknya tidak ada yang sama,
tempat sama waktu berbeda. Begitu pula Datuk Topo dan Siak Pokih,
dulunya kompak, seiya sekata yang kini telah pecah. Dialam ini tidak ada
yang kekal dan abadi, sifatnya selalu berobah. Memang begitu sifat dan
kodratnya. Kalau kita mendapat dukungan dari penguasa, dukungan itu
hanya sementara. Didesa ini yang berkuasa dalam adat adalah datuk
penghulu dan ninik mamak. Penghulu punya anak, cucu dan kemenakan. Punya
tanah ulayat yang dipersiapkan untuk kemenakan, mamak dalam adat
berfungsi biangkan mencabik, gentingkan diputus, membuang jauh,
menggantungkan tinggi, menghitam memutihkan. Yang bersalah dihukum yang
berhutang membayar, tangan mencencang bahu memikul. Datuk dua sekawan
sama-sama berminat untuk memiliki gadis cantik itu, akhirnya mereka
bertengkar yang disudahi dengan adu dubalangnya. Inilah salah satu cara
yang diambil jalan keluar untuk menghilangkan rasa ketidaksenangan
diantara mereka berdua, adil dalam menimbang, tepat dalam mengukur, akan
menghasilkan keputusan yang benar, yang akan dipegang erat, dituruti
dan dipatuhi oleh anak cucu dan kemenakan dalam nagori.
2. HIKAYAT DATUK LINTAH JALANG
Menurut hikayat (
sagen and legend) Lintah Jalang nama aslinya adalah Tajuddin atau digelar pula
“ bujang nan panjang “ adalah anak dari perkawinan Hainan Dt.bido Ruhun (ayah) dengan Zainim digelar Suri Saruni
(ibu). Dilahirkan pada pertengahan abad
ke 16 di Koto Cerenti dan kemudian menetap bersama orangtuanya diKampung Pulau
Bayur. Alkisah , pada saat lahir dari kandungan ibunya, ternyata ada beberapa
keanehan yaitu : waktu keluar dari rahim ibunya berada dalam keadaan terbungkus
dan pembungkus itu tidak mau lepas dan tetap menyatu dengan kulit badan, dan
keajaiban kedua,terlihat pula dilidahnya terdapat tanda bergaris hitam seperti
lintah sawah. Anak lelaki pertama dari suami istri Hainan dengan Suri
Saruni lalu diberi nama “Tajuddin”. Disaat usianya menanjak remaja ,
Tajuddin selalu menghabiskan waktu bermain main, pergi pagi pulang sore (
jalanh atau liar ),akhirnya tanda garis hitam seperti lintah yang ada dilidah
dengan kelakuannya sehari hari sangat
liar ( jalang ),maka orangtuanya selalu memanggil anaknya dengan sebutan “
LINTAH JALANG “.
Konon
pada suatu hari untuk memenuhi tuntutan ajaran agama islam, orang tua lintah
jalang melaksanakan acara “ sunatan “ anaknya. Setelah dukun sunat membaca Asma
Allah dan Kalimat Syahadat, pisau sembilu yang tajam diiriskan ke ujung pelipis
kemaluan Lintah Jalang, tetapi tidak mempan dipotong dan tidak setetes darah
pun keluar. Berkali kali dicoba tapi tidak juga putus dan akhirnya kemaluannya
tetap utuh tidak dapat disunat. Merenung kejadian ini si ayah Hainan
berpikir,bahwa anaknya dulu dilahirkan terbungkus ari ari lemak,dan itulah
sebabnya tubuh lintah Jalang “kebal”. Kedua orang tuanya hanya dapat berpasrah
kepada Allah SWT Maha Pencipta dan berdo’a untuk keselamatan anaknya Lintah
Jalang dan setiap hari diajari mengaji, Sholat lima waktu dan berperilaku
terpuji. Setelah mulai menginjak usia dewasa ( 17 tahun ) kedua orang tua
tempat berlindung ,meminta kasih sayang,meminta nasehat dan pituah, berturut
turut meninggal dunia dipanggil Allah SWT.
Tinggallah
Lintah Jalang bersama dua orang adiknya perempuan bernama Putih Linun dan Putih
Salimah. Cobaan hidup yang menimpa tidak pernah henti, setiap hari Lintah
Jalang dihina oleh teman temannya ,dan dikucilkan dari pergaulan mereka.
Akhirnya
Lintah Jalang mengambil keputusan bersama kedua adiknya untuk pindah
meninggalkan Kampung halaman dan pergi kehutan sekitar “ Topian Tabobak”
diseberang Kampung Teluk Pauh,dan karena terasa masih dekat dengan Kampung
Pulau Bayur,kemudian memutuskan lagi pindah ke hutan sekitar “sungai duit “
Kampung Pasikaian.
Pada
suatu hari Lintah Jalang berburu ke hutan Teratak Siampo , ia mendengar suara
jeritan perempuan, lalu ia mendekat dan ia melihat seorang gadis cantik yang
sedang ketakutan melihat seekor babi hutan dibelit seekor ular besar. Si
gadis kemudian diantar kerumahnya dan
memperkenalkan diri bernama “ Putri Komang “.
Perkenalan
tersebut berlanjut dengan perasaan cinta –mencintai ,dan putuslah makrifat
untuk melamar Putri Komang kepada ibu bapaknya. Ternyata cobaan datang lagi,
lamaran Lintah Jalang ditolak mentah-mentah. Mengingat kasih telah tertanam,
cinta telah bersemi, akhirnya kedua remaja ini sepakat melarikan diri dan
melangsungkan pernikahan.
Setelah
melangsungkan pernikahan kemudian Lintah Jalang dan istri menetap di Teratak
Siampo dan bersama masyarakat selalu berzikir,wiritan dimesjid,bahkan sering
pula tidutr di mesjid.
Setelah
Lintah Jalang menikah ( 10 tahun ) barulah dikaruniai dua orang anak kembar,
anak anaknya setelah dewasa selalu membantah ajaran orang tuanya , terutama
ajaran islam. Konon kabarnya setelah Lintah Jalang wafat, ia menjelma lagi
hidup kedunia dalam wujud orang halus ( “JIN”), yang kemudian dikenal dengan
“JIN LINTAH JALANG”.sebagai ruh halus ,Lintah Jalang telah pula dihubungkan
secara “magis religious” dengan pendirian Mesjid Jamik di Koto Cerenti pada
awal abad ke 18 dan pembuatan “perahu kuyuang” ( perahu jalur ).
3. HIKAYAT NENEK RUBIAH
Menurut
hikayat,dimasa dahulu ada seorang perempuan bernama Rubiah yang tinggal
disekitar Kuala Sungai Cerenti di seberang ujung Kampung Pulau Bayur yaitu di
Hutan Tebing Tinggi. Beliau mempunyai suami yang dalam hikayat tidak diketahui
namanya. Tatkala nenek Rubiah mengandung 3 bulan, ia mengidam mau makan daging
Pelanduk bunting jantan. Suaminya tiap hari merasa hiba hati pada istrinya
Rubiah karena mau makan daging Pelanduk bunting jantan tersebut,dan menurut
sang suami kemana Pelanduk itu mau dicari . karena didesak Rubiah tiap bangun
tidur pagi hari,lalu si suami memutuskan untuk mencari Pelanduk tersebut
dikawasan hutan ,dan perbekalan dalam perjalanan disiapkan istrinya Rubiah.
Berminggu-minggu, berbulan-bulan memasuki hutan belantara yang lebat puaka
sakti,mulai dari kawasan hutan Ibul,Sungai Toreh sampai ke hutan Gumanti dan ke
perbatasan kediaman orang-orang Kubu di hutan Batang Hari Jambi,Pelanduk
bunting jantan tidak juga ditemukan dan akhirnya si suami memutuskan untuk
tidak pulang kerumah istrinya sebelum Pelanduk tersebut ia dapatkan.
Alkisah
nenek Rubiah yang tinggal merasa merana sendirian dirumah mengerang kesakitan
karena hendak melahirkan. Suami yang pergi tidak pulang-pulang, bayi di perut
tidak mau keluar dari rahim nenek Rubiah sampai akhirnya ia meninggal dunia
bersama bayi dalam kandungannya.
Cerita
tentang nenek Rubiah sampai kekampung-kampung ( Pulau Bayur, Koto, Pulau Jambu)
apalagi ia dikatakan nenek yang sakti mandraguna, karena setiap orang melihat
nenek Rubiah mandi ditepian batang kuantan,maka air batang kuantan menjadi
bergemuruh karena hamparan riak gelombang yang oleh penduduk waktu itu disebut
“Lubuak Carano”. Dilubuk carano ini didiamiseekor buaya putih dan seekor ular
besar yang sering timbul pada bulan purnama,karena dimalam-malam bulan purnama
tersebut nenek Rubiah selalu duduk berurai rambut ditepian mandi di lokasi
lubuak carano tersebut. Buaya putih dan ular besar penghuni Batang Kuantan di
Lubuak Carano tersebut adalah menjaga “Induk Emas” yang dipelihara nenek Rubiah.
Setelah
nenek Rubiah wafat dan secara pasti tidak diketahui dimana kuburannya, karena
ada yang mengatakan ia meninggal di dalam rumah gubuk tinggalnya dan ada pula
yang mengatakan ia terjun kedalam Lubuk Carano karena merasa kesal suaminya
tidak pulang-pulang dan bayi dalam kandungan juga tidak mau keluar dari
rahimnya.
Beberapa tahun setelah nenek
Rubiah wafat,setiap orang naik perahu
atau motor air melewati Lubuak Carano, maka air batang kuantan disekitarnya
menjadi bergelombang kuat dan berputar-putar,dan banyaklah orang-orang yang
tenggelam bersama perahu-perahunya ,namun tidak ada yang menjadi korban
(meninggal ).
Komentar
Posting Komentar